welcome


Senin, 16 Maret 2015

Karena Sebuah Alasan


Allah mempertemukan dua orang karena sebuah alasan. Begitu pun dengan kalian? Itung, Desi, Mba Fit, Mbul, Titik .  Aku sayang kalian semua : ) Entah sejak kapan ? Mungkin saat kita mulai sering bersama, aku penganut paham “witing tresno jalaran saka kulino”, hahaha.


Aku aneh? Lebay? Cupuu? Haha, tapi aku kan baik hati yang penting (iya kan?). Inget quote.nya Ema, “Kamu istimewa bagiku, karena aku bisa melihatmu dan kamu bisa melihatku.” Sepertinya iya, karena dari dulu kita kemana saja? Kayaknya ga pernah ada cerita bersama. Aku sibuk dengan urusanku, kalian juga begitu, baru akhir-akhir ini cerita kita ada di part yang sama. Kos Itung tempat semua tumpah di sana. Aku belajar banyak hal dari kalian. Bagaimana kita boleh cari pelarian tapi harus tetap berjuang? Konsekuen dengan apa yang kita lakukan. Sangat terbuka dan jujur dalam pertemanan. Bahkan mencela dengan penuh keberanian. Mungkin itu bentuk sayang dan perhatian.

Tapi kalian tahu? Kebersamaan itu ternyata membuatku malah rapuh, aku jadi tak terbiasa berjuang sendirian.  Aku butuh sandaran setiap kali merasa ketakutan. Maaf ya, aku merepotkan. Seperti kemarin, saat kita mengukir cerita sendiri, ketika masuk ruangan dan saat keluar mendapati tak ada siapa-siapa, apa yang ku pikirkan? Cari pegangan, Ema tujuannya.  Lalu Itung bilang ,”mesakne Ema neng kono mbok ganggoni pikirane.” Terus harus bagaimana?

Mungkin sekarang aku harus belajar jadi tangguh sendirian. Supaya kelak saat perpisahan itu datang, aku siap dengan senyuman penuh keikhlasan. Temukan jalanmu sendiri, aku pun akan coba begitu. “Kita memang tak bisa mengulang kenangan, tapi bisa mengulang kebahagiannya.”-anonim. Inget quote PPL dulu, “Pahitnya perpisahan mengingatkan kita tentang manisnya kebersamaan.”

Aku akan baik-baik saja, aku bahkan pernah mengalaminya, “perpisahan” dengan Ema, Ela, Mba Um, Hana. Kata Ema, dia pun merasakan hal yang sama, seperti “sebatang lidi dan bayi salmon”. Sebatang lidi itu rapuh dan bayi salmon itu melawan arus untuk ketemu laut. Jadi kita rapuh untuk melawan arus ketika sendirian. Kata Ema yang membuatnya kuat adalah selalu mengingat bahwa ada sebatang lidi yang lain yang melawan arus juga seperti ikan salmon (aku, Ela,mb.Um, Misti). Mungkin nasihat ini kelak akan aku rasakan juga sensasinya.

Tiga orang lagi yang baru-baru ini aku temui, di KUMON Ngringo. Ratih, kak Nug, kak Nindi. Pasti Allah juga punya alasan mempertemukanku dengan mereka. Ratih, dia pribadi yang menyenangkan, bahkan dia tak segan-segan mengingatkan teman kalau berbuat kesalahan, mungkin dia seperti kamu Ma, tapi lebih pemberani. Dia sudah mengalami yang namanya berjuang untuk berubah menjadi lebih baik. Katanya, untuk masa depan. Lalu aku? Aku merasa tetap sama begini saja, selama ini. Aku mungkin harus mulai sadar mencari apa yang harus kuperbaiki. Entahlah, kadang aku merasa sudah terlalu nyaman, dan enggan berubah lagi. Perubahan itu wajar, seperti malam yang menggantikan siang, tapi perubahan ke arah lebih baik, kedengarannya akan lebih baik lagi. :)

Kak Nug dan Kak Nindi, sepasang suami istri ini mengingatkanku bahwa kita masih punya hal untuk diperjuangkan. Kita cuma perlu memulainya, dan kemudian menikmati prosesnya. Mereka selalu percaya bahwa ada balasan untuk setiap perjuangan. Kok kita? Iya, aku dan kamu, iya kamu ! kamu tahu? pagi ini aku mau bilang, “Aku cuma ingin mengingatkan temanku untuk menjemput mimpinya, dan menemaninya dalam perjalanan!”#toleh ke samping.

Semangat kita :D
“Salam lengkungan yang meluruskan segalanya, yang biasa disebut senyum : )”-kata Chusna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar