“Kenapa
Aku?” Pertanyaan yang sering tiba-tiba muncul di dalam hatiku, mungkin ini
sebuah pertanyaan yang mengindikasikan sebongkah kesombongan dan keegoisan yang
sebenarnya terselubung di sana. Mungkin ini pertanyaan yang justru memberatkan
langkahku menghadapi sesuatu. Mungkin ini pertanyaan yang justru menjerumuskan
aku ke masalah baru karena aku tak mau menyelesaikan masalah yang lalu.
“Kenapa
Aku?” pertanyaan ini selalu muncul saat aku lelah menghadapi sesuatu, saat aku
muak dengan kesulitan yang menghimpitku, saat kurasakan semua kesenangan
berlari menjauh dariku. Yah, mungkin sifat manusiawi manusia yang masih sulit
aku hilangkan, selalu mencari alasan yang bisa dibenarkan untuk
pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya justru akan membuat semuanya terasa lebih
memberatkan. Pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya sangat tidak perlu untuk dilontarkan.
Kenapa masalah itu harus aku yang mengalami? Kenapa bukan orang lain yang
mengalaminya? Kenapa harus aku yang melakukannya? Kenapa bukan orang lain yang
melakukannya? Kenapa aku harus memperdulikannya? Kenapa bukan orang lain yang
peduli? Kenapa?
Aku
seringkali membiarkan pertanyaan itu berlalu begitu saja, membiarkannya terus
hidup dan berkembang, tapi ternyata dia tumbuh dengan cara yang tidak sehat.
Pertanyaan inilah yang justru terkadang menjadi boomerang yang membahayakan
bagi diriku sendiri. Dia memberikan suggesti yang buruk, perasaan yang diliputi
keluh kesah dan pikiran yang negative ketika menghadapi sesuatu. Nah, inilah
yang mungkin dapat dijadikan salah satu penyebab, bila hasil yang aku peroleh
dengan perasaan buruk yang aku bangun ini, sangat tak sesuai dengan harapanku.
Hasil yang aku dapatkan, dengan keluh kesah yang aku ciptakan, ternyata akan
mengecewakan dan menyulitkanku. Inilah pengalaman buruk yang tanpa sadar sudah
sangat sering aku alami karena kebodohanku sendiri.
Hari
ini, ya hari ini, aku berusaha mencoba menjawab pertanyaan, “Kenapa Aku?”
dengan sedikit lebih bijaksana. Entah semangat dan pikiran itu datang darimana,
mungkin Allah sedang membimbingku, mungkin Dia sedang menuntunku. Aku berusaha
menjawabnya dengan berkata di dalam hati, “Ya, karena aku yang membutuhkannya.
Ya, karena orang lain tak memerlukannya. Ya, karena aku yang masih perlu
belajar menghadapi semuanya. Ya, karena di jalan yang berbeda inilah, Allah memberikanku
kesempatan untuk dekat dengan-Nya.”. Satu kalimat yang muncul dan mengganggu
pikiranku, karena hanya mereka yang sakit
lah yang membutuhkan obat, malah menjadi penyemangat untuk menghadapi
semuanya dengan lapang dada.
Aku
mencoba mengingat dan merenungkan pengalaman yang lalu, berusaha mencari
pembenaran dari jawaban yang baru saja kubangun. Dan seingatku, memang aku yang
membutuhkan peristiwa ini terjadi. Aku yang ternyata masih butuh banyak belajar
dari kejadian yang ada. Aku mencoba menengok ke temanku, kenapa bukan dia yang
mengalaminya? Ya, karena dia sudah pasti bisa menghadapinya. Ya, karena dia tak
perlu kejadian ini untuk membuatnya semakin dewasa. Ya, karena dia bisa tanpa
harus peristiwa ini menimpanya. Dan, ya, karena dia sudah jauh lebih baik
dariku tanpa dia mengalami hal yang sama. Jleg! Sombong sekali ternyata selama
ini, “Ngaca dong! Ngaca!” sepertinya suara itu mengiang-ngiang di sekitar
kepalaku. Aku menghela nafas, dan mencoba menata pikiran dan hatiku, “Kenapa
aku? Ya, karena aku yang membutuhkannya, bukan dia, atau mereka!”.
Seperti
sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di bawah ini,
“Sesungguhnya setiap amalan harus disertai
dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada
niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka
hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya
karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya,
maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.”
Niat
memang memberikan efek yang dominan terhadap pekerjaan kita. Dan ya, hari ini
aku mengalaminya. Sudah berkali-kali sebenarnya, tapi yang ini cukup berkesan karena
pengalaman yang berhubungan dengan orang tak biasa di kampusku. Beberapa kali
ketika aku melakukan pekerjaan ini, selalu ada saja masalah yang muncul dan
menghadang, dan ya, sempat membuatku hampir menyerah untuk menyelesaikannya.
Tapi kali ini, aku mengumpulkan puing-puing semangat itu dan berkata di dalam
hati, ini mungkin kesempatan bagiku untuk belajar menyelesaikan sesuatu yang
penuh liku. Hasilnya, taraa, Alhamdulillah, apa yang aku takutkan tidak
terjadi, tetapi justru keahlian dan pengalaman baru aku dapatkan. Terimakasih
ya Allah, terimakasih atas kejadian hari ini, terimakasih atas jalan berbeda yang Kau siapkan untukku
ini. Terimakasih atas obat yang Kau berikan dalam sakitku ini, terimakasih atas
kesempatan yang telah Kau berikan kepadaku untuk memperbaiki diri.
Alhamdulillah.
Gedung Ungu, 12 Juni
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar