welcome


Senin, 08 Desember 2014

Bapak Bapak (edisi2)


Kalau di postingan sebelumnya cerita tentang Bapak sebenarnya, ini ada beberapa figure Bapak-bapak yang saya temui di kampus :)
Pertama, Bapak, yang sekarang Beliau sedang menempuh s3 di UNESA Surabaya. Tadi, akhirnya saya memberanikan diri menemuinya setelah lamaaa absen. Untungnya beliau masih ingat, dan dengan ramahnya Beliau menyapa, “Sudah lama ga keliatan ya Fadhilah? Apa saya yang ga keliatan?”. Senjata utama dilancarkan, jawab dengan senyuman :) Membuka percakapan, Beliau yang curhat, dengan banyaknya Kepsek yang menanyakan perihal pemberhentian Kurikulum 2013, ternyata Beliau termasuk salah satu instruktur pelaksanaan Kurikulum yang lagi controversial ini. Kesimpulan yang diambil dari penghentian kurikulum 2013 adalah Pak Anies Baswedan dan tim pengawas atau pengevaluasinya terlalu sangat buru-buru mengambil keputusan untuk menghentikan. Beliau juga bercerita sebenarnya awal pelaksanaan dulu, beliau juga kurang setuju untuk buru-buru dilaksanakan, karena semua sepertinya belum siap. Nah, sekarang lebih disayangkan lagi, buru-buru untuk dihentikan, yah saran beliau kemudian, kita berprasangka baik saja sama pemerintah, pasti ini dilakukan juga untuk kemajuan bangsa,kadang ribet juga berurusan sama orang-orang pinter. Kalau saya simple saja, karena saya ga pinter, begitu katanya. Poin lain yang perlu diperhatikan, beliau menasihatkan untuk menghargai waktu (yang ini jleb banget), ah Bapak, beliau bercerita saat kuliah di Surabaya ini, beliau dituntut harus menggunakan waktu dengan baik, mencapai target sebelum waktu yang ditentukan, biar perasaan juga tenang. Beliau dengan sifat kebapakannya malah mengarahkan langkah-langkah yang sebaiknya saya lakukan, semoga rencana-rencana tadi akan jadi kenyataan Pak, amiin! Pesan lain yang disampaikan adalah ketika kita harus memahami tulisan orang lain, kemudian menuliskan dengan bahasa kita sendiri dalam mengerjakan tugas ini. Mohon bimbingannya, Senin ketemu lagi Pak, InsyaAllah : )

                Kedua, Pa’Po begitu saya biasa menyebut ketika bercerita dengan teman. Dosen mata kuliah mikro yang menyenangkan, tapi sempat terkesan menjatuhkan saat beliau bertanya, “Coba kamu evaluasi diri Lak, pikirkan baik-baik, kamu ini mau jadi guru enggak?” yang membuat sebuah ide bodoh melintas di pikiran sewaktu pulang dari kampus dan berada di belakang mobil boks, “Tak tabrakne wae motorku, sesuk aku bingung kudu presentasi opo” (-____- pikiran setan yang sangat tidak masuk akal). Banyak hal terjadi dalam kelas mikro yang kemudian membuat Beliau menjadi dosen yang tak terlupakan untuk saya pribadi. Bahkan, ketika kami (Misti,Ema,Setyati,&aku) berencana silaturrahim dan saya yang berkesempatan menyampaikan, Beliau juga bertanya, “Yang penting itu, setelah ini gimana..?”
Saat itu, saya ga begitu ngeh sama pertanyaannya, sampai akhirnya saya menemukan jawaban, setelah ini harusnya kami tetap menjaga silaturrahim semampu yang kami bisa. Itu poin nya menurut saya : ) Semoga bisa Pak, Bu, saya akan berusaha, karena toh Solo-Klaten masih terjangkau, asal ada teman, insyaAllah saya masih bisa untuk menjaga tali silaturrahim ini untuk tetap ada. Padahal semester pertama saya masuk di sini, Bapak inilah yang membuat saya untuk pertama kali “ga lulus” di 1 mata kuliah. Namun kemudian, seiring intensitas pertemuan di mata kuliah yang lain, saya berusaha mengenal dan menangkap maksud baik yang beliau sampaikan. Jujur dan kerja keras itu prinsip yang selalu beliau inginkan (setahu saya) dari anak-anak didiknya. Suatu waktu saat Beliau tiba-tiba saja menanyakan kenapa saya ga memakai kacamata setiap saat, dan saya jawab dengan jawaban aneh yang menggelikan, “hla ga enak og Pak”, lalu kemudian Beliau menyuruh untuk membeli kacamata yang nyaman, saat itu entah kenapa Beliau berpesan untuk bisa membagi keluh kesah, tapi juga dengan tidak semua orang. Sampai sekarang saya bingung maksudnya, karena juga sudah lupa gimana persisnya nasihatnya. Mungkin, kalau kata ustadzah, kita terkadang perlu orang lain untuk berbagi beban, kalau dipendam sendiri lama-lama malah bisa sangat menyakitkan. Dan sekarang, saya pun mulai terbuka untuk jujur dengan diri sendiri, tapi terkadang butuh orang lain sebagai jalan. Karena terkadang saat kita bercerita, di situlah kita baru menyadari masalah kita. Yah, seperti hal nya bercerita, mendengarkan juga banyak positifnya, membuat kita peka dan bisa mengambil pelajaran dari apa yang disampaikan orang lain. “Aku suka saat kau membagi kepingan kisahmu padaku, Ya Aku Suka!”-Hila
                Ketiga, Papi, yang sangat super sibuk sekali, tapi Beliau selalu menjaga komitmen-nya. Itu poin yang aku dapat saat diantar ke stasiun Tugu bersama Chusna, saat kami bersilaturrahim ke rumah Beliau ketika Beliau beserta istri akan menunaikan ibadah haji kemarin.  Beliau orang yang baik, banyak yang mengakuinya, tetapi mungkin karena emang kesibukan, terpaksa beliau harus terkadang meninggalkan bimbingannya karena mungkin di tempat itu Beliau lebih dibutuhkan. Ramah, sangat, seringkali Beliau yang menyapa duluan dengan sapaan singkat, “Mbak?” ketika kami tak sengaja bertemu. Satu cerita yang tak terlupakan, saat itu aku mau pulang dengan motor Oranye, yang kemudian ga sengaja berpapasan dengan Beliau yang berdiri di tepi jalan. Tanggung mau putar balik, akhirnya, aku beranikan bertanya, “Mau kemana Pak?” “Stasiun Mbak” “Oh, apa mau diantar?” “Oh, ga usah mbak,jemputan saya sebentar lagi datang” “oh, ya sudah terima kasih Pak” langsung tancap gas, duh grogi, kepedean juga, tapi mau berbuat baik apa salahnya, hahaha. Yasudahlah, itu kan jadi cerita yang berkesan bukan ? bagi saya terutama. Apa kabarnya Beliau ya? Sudah lama saya belum menemuinya, takut terkadang, yah namanya manusia, perasaan berubah-ubah bisa saja. Tuh kan alibi lagi.*tepokjidat*

                Itu tadi, figure bapak-bapak yang saya temui, semoga ini bisa mengingatkan saya tentang nasihat-nasihat yang telah beliau sampaikan dan wasiatkan. Semoga saya selalu bisa menjaga hubungan baik dengan semuanya seperti pesan bapak asli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar