Kalau di postingan sebelumnya cerita tentang Bapak sebenarnya, ini ada
beberapa figure Bapak-bapak yang saya temui di kampus :)
Pertama, Bapak, yang sekarang Beliau
sedang menempuh s3 di UNESA Surabaya. Tadi, akhirnya saya memberanikan diri
menemuinya setelah lamaaa absen. Untungnya beliau masih ingat, dan dengan
ramahnya Beliau menyapa, “Sudah lama ga keliatan ya Fadhilah? Apa saya yang ga
keliatan?”. Senjata utama dilancarkan, jawab dengan senyuman :) Membuka
percakapan, Beliau yang curhat, dengan banyaknya Kepsek yang menanyakan perihal
pemberhentian Kurikulum 2013, ternyata Beliau termasuk salah satu instruktur
pelaksanaan Kurikulum yang lagi controversial ini. Kesimpulan yang diambil dari
penghentian kurikulum 2013 adalah Pak Anies Baswedan dan tim pengawas atau
pengevaluasinya terlalu sangat buru-buru mengambil keputusan untuk
menghentikan. Beliau juga bercerita sebenarnya awal pelaksanaan dulu, beliau
juga kurang setuju untuk buru-buru dilaksanakan, karena semua sepertinya belum
siap. Nah, sekarang lebih disayangkan lagi, buru-buru untuk dihentikan, yah
saran beliau kemudian, kita berprasangka baik saja sama pemerintah, pasti ini
dilakukan juga untuk kemajuan bangsa,kadang ribet juga berurusan sama
orang-orang pinter. Kalau saya simple saja, karena saya ga pinter, begitu
katanya. Poin lain yang perlu diperhatikan, beliau menasihatkan untuk
menghargai waktu (yang ini jleb banget), ah Bapak, beliau bercerita saat kuliah
di Surabaya ini, beliau dituntut harus menggunakan waktu dengan baik, mencapai
target sebelum waktu yang ditentukan, biar perasaan juga tenang. Beliau dengan
sifat kebapakannya malah mengarahkan langkah-langkah yang sebaiknya saya
lakukan, semoga rencana-rencana tadi akan jadi kenyataan Pak, amiin! Pesan lain
yang disampaikan adalah ketika kita harus memahami tulisan orang lain, kemudian
menuliskan dengan bahasa kita sendiri dalam mengerjakan tugas ini. Mohon bimbingannya,
Senin ketemu lagi Pak, InsyaAllah : )
Kedua,
Pa’Po begitu saya biasa menyebut ketika bercerita dengan teman. Dosen mata
kuliah mikro yang menyenangkan, tapi sempat terkesan menjatuhkan saat beliau
bertanya, “Coba kamu evaluasi diri Lak, pikirkan baik-baik, kamu ini mau jadi
guru enggak?” yang membuat sebuah ide bodoh melintas di pikiran sewaktu pulang
dari kampus dan berada di belakang mobil boks, “Tak tabrakne wae motorku, sesuk aku bingung kudu presentasi opo”
(-____- pikiran setan yang sangat tidak masuk akal). Banyak hal terjadi dalam
kelas mikro yang kemudian membuat Beliau menjadi dosen yang tak terlupakan
untuk saya pribadi. Bahkan, ketika kami (Misti,Ema,Setyati,&aku) berencana
silaturrahim dan saya yang berkesempatan menyampaikan, Beliau juga bertanya,
“Yang penting itu, setelah ini gimana..?”
Saat itu, saya ga begitu ngeh sama pertanyaannya,
sampai akhirnya saya menemukan jawaban, setelah
ini harusnya kami tetap menjaga silaturrahim semampu yang kami bisa. Itu
poin nya menurut saya : ) Semoga bisa Pak, Bu, saya akan berusaha, karena toh
Solo-Klaten masih terjangkau, asal ada teman, insyaAllah saya masih bisa untuk
menjaga tali silaturrahim ini untuk tetap ada. Padahal semester pertama saya
masuk di sini, Bapak inilah yang membuat saya untuk pertama kali “ga lulus” di
1 mata kuliah. Namun kemudian, seiring intensitas pertemuan di mata kuliah yang
lain, saya berusaha mengenal dan menangkap maksud baik yang beliau sampaikan.
Jujur dan kerja keras itu prinsip yang selalu beliau inginkan (setahu saya)
dari anak-anak didiknya. Suatu waktu saat Beliau tiba-tiba saja menanyakan
kenapa saya ga memakai kacamata setiap saat, dan saya jawab dengan jawaban aneh
yang menggelikan, “hla ga enak og Pak”, lalu kemudian Beliau menyuruh untuk
membeli kacamata yang nyaman, saat itu entah kenapa Beliau berpesan untuk bisa
membagi keluh kesah, tapi juga dengan tidak semua orang. Sampai sekarang saya
bingung maksudnya, karena juga sudah lupa gimana persisnya nasihatnya. Mungkin,
kalau kata ustadzah, kita terkadang perlu orang lain untuk berbagi beban, kalau
dipendam sendiri lama-lama malah bisa sangat menyakitkan. Dan sekarang, saya
pun mulai terbuka untuk jujur dengan diri sendiri, tapi terkadang butuh orang
lain sebagai jalan. Karena terkadang saat kita bercerita, di situlah kita baru
menyadari masalah kita. Yah, seperti hal nya bercerita, mendengarkan juga banyak
positifnya, membuat kita peka dan bisa mengambil pelajaran dari apa yang
disampaikan orang lain. “Aku suka saat
kau membagi kepingan kisahmu padaku, Ya Aku Suka!”-Hila
Ketiga,
Papi, yang sangat super sibuk sekali, tapi Beliau selalu menjaga komitmen-nya.
Itu poin yang aku dapat saat diantar ke stasiun Tugu bersama Chusna, saat kami
bersilaturrahim ke rumah Beliau ketika Beliau beserta istri akan menunaikan
ibadah haji kemarin. Beliau orang yang
baik, banyak yang mengakuinya, tetapi mungkin karena emang kesibukan, terpaksa
beliau harus terkadang meninggalkan bimbingannya karena mungkin di tempat itu
Beliau lebih dibutuhkan. Ramah, sangat, seringkali Beliau yang menyapa duluan
dengan sapaan singkat, “Mbak?” ketika kami tak sengaja bertemu. Satu cerita
yang tak terlupakan, saat itu aku mau pulang dengan motor Oranye, yang kemudian
ga sengaja berpapasan dengan Beliau yang berdiri di tepi jalan. Tanggung mau putar
balik, akhirnya, aku beranikan bertanya, “Mau kemana Pak?” “Stasiun Mbak” “Oh,
apa mau diantar?” “Oh, ga usah mbak,jemputan saya sebentar lagi datang” “oh, ya
sudah terima kasih Pak” langsung tancap gas, duh grogi, kepedean juga, tapi mau
berbuat baik apa salahnya, hahaha. Yasudahlah, itu kan jadi cerita yang
berkesan bukan ? bagi saya terutama. Apa kabarnya Beliau ya? Sudah lama saya
belum menemuinya, takut terkadang, yah namanya manusia, perasaan berubah-ubah
bisa saja. Tuh kan alibi lagi.*tepokjidat*
Itu
tadi, figure bapak-bapak yang saya temui, semoga ini bisa mengingatkan saya
tentang nasihat-nasihat yang telah beliau sampaikan dan wasiatkan. Semoga saya
selalu bisa menjaga hubungan baik dengan semuanya seperti pesan bapak asli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar