welcome


Jumat, 16 Oktober 2015

Tentang Pilihan Hidup

Duh, bahasanya beraat..
Katanya mau fokus?

Hehe obrolan kemarin terngiang-ngiang di telinga.
Harus dituangkan, biar kesimpan, trus udahan.
Lagipula suasananya mendukung...




Pilihan hidup
Kemarin habis ke kampus, dan ketemu Mamo dan Papo,
cuma ngobrol doang sih, haha ganggu banged ya gua?
Mereka toh juga enjoy aja. Ya ndapapa laah..

Pesen dari Mamo, tentang prioritas dari berbagai pilihan.
Ada yang perlu diprioritaskan dulu.
Dan perlu disiplin untuk mengatur diri sendiri..

Kemudian, ditutup dengan sebuah pertanyaan,
"Kamu ga mau duduk di sebelah saya?"
"Hehe, ga Bu, terimakasih, saya duduk di depan Bu **** saja :D"

Sampai di luar, dengan Papo
juga masih dengan tema yang sama,
"Kamu ngapain di sini Lak?"
"Ga kenapa-napa Pak, hehe.."
"Mbok ndang to, kamu ga mau membentuk sistem ala kamu sendiri?"
"Maksudnya Pak?"
"Ya ndang, kamu keluar dari sini, trus beli rendang, buat yang mau diundang, trus kamu dan yang diundang itu bikin sistem ala kalian, ala kamu dan yang diundang."
Hahahaaa, saya tau arah pembiacaraan ini ke mana --'
"Apa mau duduk di sebelah saya, ruangan ini kosong hlo, cuma saya."
"Kalau mau duduk di situ harus sekolah dulu Pak, ini aja belum selesai."
"Ya makanya, ayo."
 "Hehe, saya kok belum ada kepengenan sekolah lagi ya Pak."
 "Yah semuanya pilihan, dulu saya juga sempat pengen mengambil dunia yang lain buat pilihan utama hidup saya. Tapi kemudian saya rasa saya ga terlalu berani untuk menjadikan itu pilihan utama."
"Hmm"
"Kita tetap diatur oleh suatu sistem, tapi dunia yang lain saya rasa juga lebih ga enak daripada dunia ini sekarang."

Tentang pilihan hidup dan resikonya,
Seperti kemarin dapet kabar, Mba Asri melepas pekerjaan di sekolah karena diterima di PKH Kemensos

Ada Ema yang masih galau untuk memutuskan mau di dunia ini atau beralih.

Mba Um yang tampak semakin enjoy dengan dunia ini, sekolah dan les saja :)

Mba Risa, PNS Batam yang kepikiran mau resign, padahal banyak sekali yang mau jadi PNS.

Mba Isna, s2 yang sepertinya masih memilih jadi guru atau mau berwirausaha, katanya sih mau ngumpulin modal dulu.

Aku?
Alhamdulillah, keadaanku mungkin ga terlalu mendesakku untuk berpikir keras tentang pilihan hidup.
Satu, aku perempuan, mungkin tanggung jawabnya ga sebesar para laki-laki di sana.
Dua, aku dibesarkan dalam keluarga yang alhamdulillah, cukup, dan apapun pekerjaan yang aku pilih, sepertinya juga ga terlalu berpengaruh signifikan terhadap kondisi keluarga ini, hehe..
Tiga, mungkin aku masih belum begitu terdesak oleh kebutuhan, jadi pikiranku ya masih idealis seperti ini.

Aku memilih pekerjaan yang
Allah ridho.
Orang tua juga.
Aku suka,
dan tak terbebani dengan hal-hal nurani.
Cari berkahnya, dan cukup, itu saja.

Itu sekarang
Kalau kemudian keadaan berubah?
Mungkin cara pandang dan pola pikir bisa begitu juga.

Tapi selalu ada resiko untuk setiap pilihan yang kamu ambil.
Yang perlu diingat kalau mau memilih,
Allah dulu, Allah lagi, Allah terus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar